iklan 336x280
iklan link responsive
iklan 336x280
iklan link responsive
Baca Juga
Kabut dari perbukitan belum sepenuhnya hilang. Satu per satu guru SD Negeri Pojokklitih 3, Kecamatan Plandaan, Jombang, tiba di sebuah rumah warga di pinggir desa.
Tak lama, enam guru bersiap menuju tempat mengajar. Jaraknya memang hanya 3,5 kilometer. Namun, mereka harus melewati bukit, pematang sawah, kebun, dan tiga kali menyeberang sungai selebar 20 meter. Hal itu dilakukan agar 17 murid mereka bisa mendapat pendidikan.
Warga setempat menyebut sungai yang mereka seberangi sebagai Kali Beng. Beng diambil dari bahasa Jawa mubeng yang artinya berputar. Sungai musiman itu hanya dialiri air saat musim hujan. Di musim kemarau, guru-guru bisa melintasi dengan sepeda motor.
Setelah memastikan semua guru tiba, Purwandi (46), kepala sekolah, mencopot sepatu lalu melipat celana panjang sampai lutut, diikuti rekan guru lain, Agus Subekti (55), Trisno (54), dan Sucipto (36). Sementara dua guru perempuan, Laila Maulida (35) dan Nurmala Sari (26), mengganti rok dengan celana panjang.
Pada musim hujan, sepatu kerja tak banyak membantu untuk melintasi jalanan licin berlumpur. Demikian pula sandal jepit. Akhirnya, para guru lebih memilih berjalan telanjang kaki.
"Kami harus berangkat bersama-sama di musim hujan. Saat melewati sungai, harus ada teman yang mengecek pijakan yang akan dilewati. Selain arus deras, kedalaman sungai berbeda-beda," kata Agus di awal perjalanan. (catatancerdas)
Tak lama, enam guru bersiap menuju tempat mengajar. Jaraknya memang hanya 3,5 kilometer. Namun, mereka harus melewati bukit, pematang sawah, kebun, dan tiga kali menyeberang sungai selebar 20 meter. Hal itu dilakukan agar 17 murid mereka bisa mendapat pendidikan.
Warga setempat menyebut sungai yang mereka seberangi sebagai Kali Beng. Beng diambil dari bahasa Jawa mubeng yang artinya berputar. Sungai musiman itu hanya dialiri air saat musim hujan. Di musim kemarau, guru-guru bisa melintasi dengan sepeda motor.
Setelah memastikan semua guru tiba, Purwandi (46), kepala sekolah, mencopot sepatu lalu melipat celana panjang sampai lutut, diikuti rekan guru lain, Agus Subekti (55), Trisno (54), dan Sucipto (36). Sementara dua guru perempuan, Laila Maulida (35) dan Nurmala Sari (26), mengganti rok dengan celana panjang.
Pada musim hujan, sepatu kerja tak banyak membantu untuk melintasi jalanan licin berlumpur. Demikian pula sandal jepit. Akhirnya, para guru lebih memilih berjalan telanjang kaki.
"Kami harus berangkat bersama-sama di musim hujan. Saat melewati sungai, harus ada teman yang mengecek pijakan yang akan dilewati. Selain arus deras, kedalaman sungai berbeda-beda," kata Agus di awal perjalanan. (catatancerdas)
Mengharukan!! Demi Mengajar, Guru ini Harus Melewati Sawah,Kebun dan Sungai
4/
5
Oleh
admin